Alergi Debu Dapat Membuat Gatal? Begini Penjelasannya

Jumat, 21 Juni 2024 | Safecare Admin



gatal-alergi-debu

Alergi debu merupakan salah satu bentuk rinitis alergi yang paling umum. Kondisi ini terjadi ketika sistem kekebalan tubuh merespons secara berlebihan terhadap zat-zat asing yang terdapat dalam debu. Zat apa pun yang dapat memicu reaksi alergi disebut alergen. Alergi debu dapat menimbulkan beragam gejala, dan umumnya dapat dilihat dari mata telanjang, yaitu munculnya ruam merah yang menyebabkan gatal.

 

Penyebab Gatal Alergi Debu

Penyebab utama dari alergi debu meliputi beberapa faktor yang perlu dipahami secara mendalam. Berikut beberapa penyebab gatal-gatal karena debu tersebut

 

1. Tungau 

Dilansir dari Yayasan Asma dan Alergi Amerika, tungau adalah serangga mikroskopis yang sering menjadi pemicu utama bagi mereka yang mengalami alergi debu. Reaksi alergi terjadi ketika orang menghirup debu yang mengandung feses tungau. Di dalam feses ini terdapat protein-protein tertentu yang dianggap sebagai bahan asing oleh sistem kekebalan tubuh.

Sistem kekebalan tubuh yang sensitif dapat merespons protein-protein ini dengan menghasilkan reaksi alergi. Gejala yang umum termasuk gatal-gatal pada kulit, bersin-bersin, hidung tersumbat atau berair, mata merah atau gatal, serta batuk atau gatal di tenggorokan.

 

2. Serbuk Sari 

Serbuk sari, atau juga dikenal sebagai pollen, merupakan sel reproduksi pada tumbuhan yang memainkan peran penting dalam siklus reproduksi mereka. Tumbuhan seperti pohon, rumput, dan bunga menghasilkan serbuk sari untuk menyerbuki bunga lain agar dapat berkembang biak. Partikel serbuk sari ini sangat kecil, seringkali mikroskopis, dan memiliki sifat ringan sehingga mudah terbawa oleh angin.

Menurut Michael Kerr, penulis kesehatan dari Healthline, ketika terbawa oleh angin, serbuk sari dapat tersebar luas dan berakhir dengan tercampurnya bersama debu di udara. Bagi individu yang sensitif terhadap alergen ini, terutama mereka yang memiliki alergi terhadap serbuk sari, paparan terhadap partikel-partikel ini dapat memicu reaksi alergi yang tidak nyaman.

Reaksi alergi terhadap serbuk sari biasanya terjadi ketika serbuk sari terhirup ke dalam saluran pernapasan atau terkena pada mata. Sistem kekebalan tubuh individu yang peka terhadap serbuk sari akan merespons dengan cara yang berlebihan, menganggap partikel tersebut sebagai ancaman dan melepaskan zat-zat kimia seperti histamin.

 

3. Spora Jamur

Jamur adalah organisme mikroskopis yang tumbuh di lingkungan yang lembap. Lingkungan ini ideal bagi pertumbuhan jamur karena memiliki tingkat kelembaban tinggi. Tempat yang dimaksud adalah amar mandi yang kurang ventilasi atau dapur.

Jamur berkembang biak dengan memproduksi spora yang tersebar di udara. Spora ini sangat kecil sehingga bisa dengan mudah terhirup oleh manusia. Bagi orang yang sensitif terhadap alergi jamur, paparan terhadap spora ini bisa menyebabkan berbagai reaksi alergi yang tidak mengenakkan.

 

4. Bulu dan Kulit Hewan Peliharaan

Bulu dan kulit hewan peliharaan seperti anjing atau kucing mengandung protein-protein tertentu yang dapat memicu reaksi alergi pada beberapa individu. Protein ini terutama ditemukan dalam air liur, keringat, dan sel-sel kulit yang terkelupas dari hewan peliharaan. Ketika hewan tersebut bergerak atau menggosok-gosokkan tubuhnya, partikel-partikel ini dapat tersebar di udara atau menempel pada permukaan benda-benda di sekitarnya.

 

Gejala Gatal Alergi Debu

Alergi debu dapat menimbulkan berbagai gejala yang bervariasi pada setiap individu. Umumnya gejalanya meliputi:

 

1. Gatal pada kulit

Gatal pada kulit adalah salah satu gejala yang sering dialami oleh individu yang mengalami reaksi alergi terhadap debu. Gejala ini muncul sebagai respons dari sistem kekebalan tubuh terhadap paparan alergen tertentu, seperti tungau debu atau partikel lain yang bersentuhan dengan kulit. Ketika terpapar, sistem kekebalan tubuhnya mengidentifikasi alergen tersebut sebagai ancaman dan merespons dengan melepaskan zat kimia, termasuk histamin, ke dalam tubuh.

Berdasarkan penuturan profesor kedokteran dari Universitas Emory di Atlanta, Nayana Ambardekar, histamin merupakan zat kimia yang bertanggung jawab utama atas munculnya gejala alergi, termasuk gatal pada kulit. Paparan alergen menyebabkan pelepasan histamin yang kemudian menyebabkan pembengkakan dan peradangan di area kulit. Sensasi gatal yang muncul dapat bervariasi dari ringan hingga parah, tergantung pada tingkat kepekaan individu terhadap alergen tertentu dan jumlah paparan.

 

2. Bersin, hidung tersumbat, atau hidung berair

Bersin yang terjadi berulang kali merupakan respons tubuh terhadap paparan alergen, di mana sistem kekebalan tubuh bereaksi secara berlebihan terhadap zat-zat asing yang masuk ke dalam saluran pernapasan. Hidung tersumbat atau yang berair juga sering ditemukan pada penderita alergi debu, karena partikel debu yang terhirup bisa merangsang produksi lendir oleh selaput lendir hidung sebagai upaya tubuh untuk membersihkan alergen.

Reaksi alergi ini terjadi karena debu mengandung partikel-partikel seperti tungau debu, serbuk sari, atau spora jamur yang merupakan alergen potensial bagi sebagian orang. Setelah terhirup, partikel alergen ini memicu pelepasan zat kimia seperti histamin dari sel-sel mast dalam tubuh, yang kemudian menyebabkan peradangan dan gejala yang mengganggu seperti bersin, hidung tersumbat, atau berair.

 

3. Mata merah, gatal, atau berair

Dikutip dari Mayo Clinic, lapisan tipis yang melapisi bagian dalam kelopak mata dan permukaan bola mata sangat rentan terhadap reaksi alergi dari berbagai jenis alergen, termasuk debu. Partikel-partikel debu yang bentuknya transparan dan halus dapat membuat mata menjadi merah, gatal, atau berair ketika terpapar oleh alergen tersebut.

Gejala konjungtivitis alergi dapat bervariasi dari ringan hingga parah, tergantung pada tingkat paparan alergen dan sensitivitas individu terhadapnya. Selain mata merah, gatal, dan berair, gejala lain yang mungkin terjadi termasuk sensasi terbakar atau perih, rasa tidak nyaman, sensitivitas terhadap cahaya (fotofobia), dan pengelupasan pada kulit di sekitar mata.

 

4. Batuk dan gatal di tenggorokan

Batuk ringan atau rasa gatal di tenggorokan merupakan salah satu gejala yang sering muncul sebagai respons terhadap alergen yang terhirup. Ketika seseorang yang peka terhadap alergen tertentu menghirup partikel tersebut, sistem kekebalan tubuh merespons dengan melepaskan zat kimia sebagai bagian dari perlindungan tubuh. 

Respon ini dapat mengiritasi saluran pernapasan bagian atas, termasuk tenggorokan, dan menyebabkan sensasi gatal atau terganggu. Batuk ringan bisa menjadi mekanisme tubuh untuk membersihkan saluran pernapasan dari partikel asing yang dianggap sebagai ancaman oleh sistem kekebalan. Hal ini sering kali merupakan bagian dari gejala yang lebih luas dari alergi saluran pernapasan, yang juga dapat mencakup hidung tersumbat, dan bersin-bersin.

 

5. Eksim atau ruam kulit

Pada beberapa kasus yang lebih parah, eksim atau ruam kulit dapat muncul sebagai gejala yang signifikan dari alergi debu. Ketika seseorang mengalami alergi debu yang parah, kontak langsung dengan debu atau paparan terhadap alergen dalam debu seperti tungau debu atau serbuk sari dapat memicu reaksi inflamasi yang menyebabkan kulit menjadi sangat gatal dan meradang.

 

Baca Juga: Apa Tips Mengatasi Gatal Karena Debu?

 

Eksim yang disebabkan oleh alergi debu dapat terjadi pada berbagai bagian tubuh, namun seringkali terjadi di lipatan kulit (seperti siku, belakang lutut, leher), wajah, atau area yang terus-menerus terkena gesekan atau iritasi. Gejala eksim dapat berkisar dari ringan hingga parah, tergantung pada seberapa parah reaksi alergi dan seberapa sering seseorang terpapar dengan alergen tersebut.#yangadaSAFEnya 

 

Sumber Referensi:

  1. Dust Mite Allergy. Asthma and Allergy Foundation of America. Diakses 2024
  2. Your Guide to Pollen Allergies and Their Treatment. Healthline. Medically reviewed by Marc Meth, MD, FACAAI, FAAAI. Diakses 2024
  3. What Are Histamines?. WebMD. Medically Reviewed by Nayana Ambardekar, MD. Diakses 2024
  4. Pink eye (conjunctivitis). Mayo Clinic. Diakses 2024

Tulis Komentar

Login dahulu untuk membuat komentar

Komentar

Belum ada komentar